ARTIKEL


Islam dan Kesehatan Gigi

Kata orang, kesehatan itu mahal. Tetapi, peringatan itu belum banyak berguna, sebab kenyataannya tidak sedikit orang yang mengabaikan kesehatan. Mereka baru menyadari betapa berharga kesehatan ketika jatuh sakit. Penyesalan selalu datang terlambat.
Kesehatan sering dikaitkan dengan kebersihan. Maka menjaga kesehatan sedikit banyaknya dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan itu sendiri. Lingkungan yang sehat diraih dengan bersihnya lingkungan. Makanan yang sehat salah satu tandanya adalah bersihnya makanan tersebut. Begitu juga halnya gigi yang sehat, ia hanya dapat diraih dengan membersihkannya secara rutin.
Kita sering mengabaikan persoalan kecil. Kita lupa bahwa persoalan besar berawal dari hal yang kecil. Kebakaran misalnya, sering disebabkan oleh api kecil dari lilin. Efeknya bisa menghanguskan ratusan rumah. Menggosok gigi menjelang tidur di malam hari adalah hal sepele yang sering diabaikan. Tetapi, ketika gigi rusak, makanan paling enak sekalipun bisa kehilangan kenikmatannya. Apapun yang kita makan masuk ke dalam lubang gigi yang rusak, dan itu hanya menghadirkan rasa nyeri di dalamnya.
Ketika sakit gigi menyerang, makan tidak enak, tidur tidak nyenyak, bahkan emosi susah dikontrol. Dalam keadaan sakit gigi, sebagian orang marah kalau diajak bicara. Sebagian yang lain bahkan tidak sanggup mendengar kokok ayam. Ia akan mengejar ayam itu sebagai pelampiasan kemarahannya. Padahal itu tidak menyembuhkan rasa nyeri di gigi.
Sekalipun zaman sekarang menawarkan ragam merek obat sakit gigi, namun itu bukanlah pilihan yang ideal. Obat memang dapat menyembuhkan sakit untuk jangka pendek, tetapi jika dikonsumsi terus-menerus juga tidak sehat. Obat bisa mengurangi kekebalan tubuh terhadap penyakit itu. Lama-kelamaan, minum obat sakit gigi tidak akan mampu menyembuhkannya lagi. Jadi, obat bukanlah segalanya.
Oleh sebab itu, mencegah sakit gigi dengan menjaga kebersihan gigi secara teratur tentu lebih baik daripada mengobatinya. Walaupun terasa berat, ia harus dibudayakan sebisa mungkin. Pekerjaan merawat memang berat, tetapi selalu saja mendatangkan keuntungan yang lebih besar. Ini yang kurang kita sadari.

Pandangan Islam
Menjaga kebersihan gigi merupakan keniscayaan yang tidak dapat ditawa-tawar lagi. Bukan cuma untuk mencegah sakit gigi ataupun bau nafas yang kurang sedap, melainkan lebih dari itu, kebersihan merupakan anjuran agama Islam. Bukankah kita sering mendengar hadis nabi, kebersihan itu sebagian (bukan setengah) dari iman? Menjaga kebersihan mendatangkan pahala bagi yang melakukannya.
Sayang, umumnya umat Islam (muslim) khususnya di Aceh sejauh ini belum berpegang pada sumber ajaran agamanya. Banyak orang Aceh yang masih menebar kekotoran di mana-mana. Anjuran buang sampah pada tempatnya belum banyak berpengaruh pada peningkatan kesadaran menjaga kebersihan. Parahnya, rumah-rumah ibadah pun yang sebenarnya digunakan untuk mengabdi pada Tuhan masih jauh dari anjuran Islam. Allah mencintai orang yang bertaubat dan orang yang bersih. Begitu firman Allah dalam Al-Quran. Akan tetapi, mengapa toilet mesjid dan mushalla di Aceh jarang kita temukan bersih. Ini namanya mengangkangi ajaran agama. Tidak ada gunanya berkoar bahwa Aceh negeri syariat selama kebersihan masih menjadi persoalan yang tak kunjung selesai.
Terkait kesehatan gigi, Islam jauh-jauh hari sudah menegaskan pentingnya menjaga kebersihan gigi (mulut) yang tertuang dalam hadits dan kitab-kitab karya ulama terdahulu. Membersihkan gigi atau yang dikenal dengan siwak hukumnya sunnah. Para ulama menegaskan siwak sangat disunnahkan pada tiga situasi. Pertama, ketika mulut terasa bau, ketika bangun tidur, dan ketika hendak melaksanakan shalat.
Pentingnya kesehatan gigi ditegaskan Rasulullah dalam sebuah hadits, “Sekiranya aku tidak memberatkan umat, niscaya akan kuwajibkan kepada mereka menggosok gigi setiap kali ia berwudhu”. (H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad). Ini menunjukkan bahwa Islam tidak menyepelekan kesehatan gigi. Berapa orang yang menyadari hal ini?
Islam menyadari bahwa mulut merupakan pintu masuk berbagai penyakit yang bersumber dari makanan yang kita makan setiap hari. Gigi dan mulut adalah awal mula segala pencernaan, karena itulah gigi sangat berhubungan dengan organ tubuh lainnya. Tidak banyak orang menyadari sakit gigi bisa memicu timbulnya penyakit lain yang berbahaya.
Dari beberapa studi dilaporkan adanya hubungan antara penyakit gigi dengan penyakit jantung koroner, aterosklerosis, pneumonia, diabetes dan kelahiran prematur. Bahkan berdasarkan informasi statistik salah satu Rumah Sakit di Indonesia(2005), penyakit gigi dapat menyebabkan kematian. Banyak orang tidak menyangka bahwa penyakit lain yang mereka derita berasal dari gigi dan mulut yang tidak sehat. Seseorang belum dikatakan sehat selama rongga mulut dan gigi tidak sehat, sekalipun tubuh orang itu segar bugar.
Anjuran Islam menyuruh gosok gigi merupakan awal yang baik bagi upaya pencegahan sakit gigi. Apalagi resiko berat yang ditimbulkan oleh sakit gigi. Dari segi ekonomi, mengobati penyakit memakan biaya yang besar. Sedang pencegahannya hanya membutuhkan kedisiplinan dan konsisten untuk berbuat. Mari kita meninggalkan pola hidup kotor dan menggantinya dengan pola hidup bersih. Bersih hati, makanan, pakaian, maupun gigi. Beginilah pola hidup sehat yang dianjurkan Islam.

Cut Chairun Nisa
0907101110003
Program Studi Kedokteran gigi/Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala

Read More......
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS


Read More......
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat;
c. bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran yang merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh dokter dan dokter gigi yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian dan kewenangan yang secara terus-menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, lisensi, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan praktik kedokteran sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. bahwa untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan, dokter, dan dokter gigi, diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan praktik kedokteran;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran.

Mengingat:
Pasal 20 dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.
2. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Konsil Kedokteran Indonesia adalah suatu badan otonom, mandiri, non struktural, dan bersifat independen, yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi.
4. Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter atau dokter gigi untuk menjalankan praktik kedokteran di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
5. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap dokter dan dokter gigi yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk melakukan tindakan profesinya.
6. Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap dokter dan dokter gigi yang telah diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.
7. Surat izin praktik adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan.
8. Surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran Indonesia kepada dokter dan dokter gigi yang telah diregistrasi.
9. Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi.
10. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.
11. Profesi kedokteran atau kedokteran gigi adalah suatu pekerjaan kedokteran atau kedokteran gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat.
12. Organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia untuk dokter gigi.
13. Kolegium kedokteran Indonesia dan kolegium kedokteran gigi Indonesia adalah badan yang dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing-masing cabang disiplin ilmu yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut.
14. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi.
15. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2
Praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan dan keselamatan pasien.

Pasal 3
Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk:
a. memberikan perlindungan kepada pasien;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi; dan
c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.

BAB III
KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA

Bagian Kesatu
Nama dan Kedudukan

Pasal 4
(1) Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dari dokter dan dokter gigi dibentuk Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi.
(2) Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden.

Pasal 5
Konsil Kedokteran Indonesia berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia.

Bagian Kedua
Fungsi, Tugas, dan Wewenang

Pasal 6
Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, serta pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis.

Pasal 7
(1) Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai tugas:
a. melakukan registrasi dokter dan dokter gigi;
b. mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi; dan
c. melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.
(2) Standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi yang disahkan Konsil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan bersama oleh Konsil Kedokteran Indonesia dengan kolegium kedokteran, kolegium kedokteran gigi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan.

Pasal 8
Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai wewenang:
a. menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi;
b. menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi;
c. mengesahkan standar kompetensi dokter dan dokter gigi;
d. melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi;
e. mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi;
f. melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi; dan
g. melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi oleh organisasi profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika profesi.

Pasal 9
Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi dan tugas Konsil Kedokteran Indonesia diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi.

Bagian Ketiga
Susunan Organisasi dan Keanggotaan

Pasal 11
(1) Susunan organisasi Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas:
a. Konsil Kedokteran; dan
b. Konsil Kedokteran Gigi.
(2) Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing terdiri atas 3 (tiga) divisi, yaitu:
a. Divisi Registrasi;
b. Divisi Standar Pendidikan Profesi; dan
c. Divisi Pembinaan.

Pasal 12
(1) Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas:
a. pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas 3 (tiga) orang merangkap anggota;
b. pimpinan Konsil Kedokteran dan pimpinan Konsil Kedokteran Gigi masing-masing 1 (satu) orang merangkap anggota; dan
c. pimpinan divisi pada Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi masing-masing 1 (satu) orang merangkap anggota.
(2) Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja secara kolektif.
(3) Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penanggung jawab tertinggi.

Pasal 13
(1) Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua.
(2) Pimpinan Konsil Kedokteran terdiri atas seorang ketua dan 3 (tiga) orang ketua divisi.
(3) Pimpinan Konsil Kedokteran Gigi terdiri atas seorang ketua dan 3 (tiga) orang ketua divisi.

Pasal 14
(1) Jumlah anggota Konsil Kedokteran Indonesia 17 (tujuh belas) orang yang terdiri atas unsur-unsur yang berasal dari:
a. organisasi profesi kedokteran 2 (dua) orang;
b. organisasi profesi kedokteran gigi 2 (dua) orang;
c. asosiasi institusi pendidikan kedokteran 1 (satu) orang;
d. asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi 1 (satu) orang;
e. kolegium kedokteran 1 (satu) orang;
f. kolegium kedokteran gigi 1 (satu) orang;
g. asosiasi rumah sakit pendidikan 2 (dua) orang;
h. tokoh masyarakat 3 (tiga) orang;
i. Departemen Kesehatan 2 (dua) orang; dan
j. Departemen Pendidikan Nasional 2 (dua) orang.
(2) Tata cara pemilihan tokoh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
(3) Keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri.
(4) Menteri dalam mengusulkan keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia harus berdasarkan usulan dari organisasi dan asosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 15
Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia, pimpinan Konsil Kedokteran, pimpinan Konsil Kedokteran Gigi, pimpinan divisi pada Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi dipilih oleh anggota dan ditetapkan oleh rapat pleno anggota.

Pasal 16
Masa bakti keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

Pasal 17
(1) Anggota Konsil Kedokteran Indonesia sebelum memangku jabatan wajib mengucapkan sumpah/janji, menurut agamanya di hadapan Presiden.
(2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
�Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam menjalankan tugas ini, senantiasa menjunjung tinggi ilmu kedokteran atau kedokteran gigi dan mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan dokter atau dokter gigi.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia dan taat kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan tugas dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh, saksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa dan negara.
Saya bersumpah berjanji bahwa saya, senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan Undang-undang kepada saya."

Pasal 18
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Konsil Kedokteran Indonesia, yang bersangkutan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga negara Republik Indonesia;
b. sehat jasmani dan rohani;
c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
d. berkelakuan baik;
e. berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh lima) tahun pada waktu menjadi anggota Konsil Kedokteran Indonesia;
f. pernah melakukan praktik kedokteran paling sedikit 10 (sepuluh) tahun dan memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi, kecuali untuk wakil dari masyarakat;
g. cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integritas yang tinggi serta memiliki reputasi yang baik; dan
h. melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat. diangkat dan selama menjadi anggota Konsil Kedokteran Indonesia.

Pasal 19
(1) Anggota Konsil Kedokteran Indonesia berhenti atau diberhentikan karena:
a. berakhir masa jabatan sebagai anggota;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
c. meninggal dunia;
d. bertempat tinggal tetap di luar wilayah Republik Indonesia;
e. tidak mampu lagi melakukan tugas secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan; atau
f. dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Dalam hal anggota Konsil Kedokteran Indonesia menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya.
(3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Ketua Konsil Kedokteran Indonesia.
(4) Pengusulan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Menteri kepada Presiden.

Pasal 20
(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Konsil Kedokteran Indonesia dibantu sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris.
(2) Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
(3) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan anggota Konsil Kedokteran Indonesia.
(4) Dalam menjalankan tugasnya sekretaris bertanggung jawab kepada pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia.
(5) Ketentuan fungsi dan tugas sekretaris ditetapkan oleh Ketua Konsil Kedokteran Indonesia.

Pasal 21
(1) Pelaksanaan tugas sekretariat dilakukan oleh pegawai Konsil Kedokteran Indonesia.
(2) Pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tunduk pada peraturan perundang-undangan tentang kepegawaian.

Bagian Keempat
Tata Kerja

Pasal 22
(1) Setiap keputusan Konsil Kedokteran Indonesia yang bersifat mengatur diputuskan oleh rapat pleno anggota.
(2) Rapat pleno Konsil Kedokteran Indonesia dianggap sah jika dihadiri oleh paling sedikit setengah dari jumlah anggota ditambah satu.
(3) Keputusan diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat.
(4) Dalam hal tidak terdapat kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka dapat dilakukan pemungutan suara.

Pasal 23
Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan tugas anggota dan pegawai konsil agar pelaksanaan tugas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 24
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja Konsil Kedokteran Indonesia diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

Bagian Kelima
Pembiayaan

Pasal 25
Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Konsil Kedokteran Indonesia dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

BAB IV
STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN GIGI

Pasal 26
(1) Standar pendidikan profesi kedokteran dan standar pendidikan profesi kedokteran, gigi disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
(2) Standar pendidikan profesi kedokteran dan standar pendidikan profesi kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. untuk pendidikan profesi dokter atau dokter gigi disusun oleh asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi; dan
b. untuk pendidikan profesi dokter spesialis atau dokter gigi spesialis disusun oleh kolegium kedokteran atau kedokteran gigi.
(3) Asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi dalam menyusun standar pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berkoordinasi dengan organisasi profesi, kolegium, asosiasi rumah sakit pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional, dan Departemen Kesehatan.
(4) Kolegium kedokteran atau kedokteran gigi dalam menyusun standar pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berkoordinasi dengan organisasi profesi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi, asosiasi rumah sakit pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional, dan Departemen Kesehatan.

BAB V
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN GIGI

Pasal 27
Pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi, untuk memberikan kompetensi kepada dokter atau dokter gigi, dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan profesi kedokteran atau kedokteran gigi.

Pasal 28
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi dalam rangka penyerapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi.
(2) Pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan, standar yang ditetapkan oleh organisasi profesi kedokteran atau kedokteran gigi.

BAB VI
REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI

Pasal 29
(1) Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi.
(2) Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter, gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
(3) Untuk memperoleh surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki ijazah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, atau dokter gigi spesialis;
b. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau dokter gigi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. memiliki sertifikat kompetensi; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(4) Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi berlaku selama 5 (lima) tahun dan diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali dengan tetap memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d.
(5) Ketua Konsil Kedokteran dan Ketua Konsil Kedokteran Gigi dalam melakukan registrasi ulang harus mendengar pertimbangan ketua divisi registrasi dan ketua divisi pembinaan.
(6) Ketua Konsil Kedokteran dan Ketua Konsil Kedokteran Gigi berkewajiban untuk memelihara dan menjaga registrasi dokter dan dokter gigi.

Pasal 30
(1) Dokter dan dokter gigi lulusan luar negeri yang akan melaksanakan praktik kedokteran di Indonesia harus dilakukan evaluasi.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kesahan ijazah;
b. kemampuan untuk melakukan praktik kedokteran yang dinyatakan dengan surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat kompetensi;
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau dokter gigi;
d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(3) Dokter dan dokter gigi warga negara asing selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus melengkapi surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia.
(4) Dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diberikan surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi oleh Konsil Kedokteran Indonesia.

Pasal 31
(1) Surat tanda registrasi sementara dapat diberikan kepada dokter dan dokter gigi warga negara asing yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan kesehatan di bidang kedokteran atau kedokteran gigi yang bersifat sementara di Indonesia.
(2) Surat tanda registrasi sementara berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
(3) Surat tanda registrasi sementara diberikan apabila telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2).

Pasal 32
(1) Surat tanda registrasi bersyarat diberikan kepada peserta program pendidikan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis warga negara asing yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di Indonesia.
(2) Dokter atau dokter gigi warga negara asing yang akan memberikan pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi untuk waktu tertentu, tidak memerlukan surat tanda registrasi bersyarat.
(3) Dokter atau dokter gigi warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persetujuan dari Konsil Kedokteran Indonesia.
(4) Surat tanda registrasi dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diberikan melalui penyelenggara pendidikan dan pelatihan.

Pasal 33
Surat tanda registrasi tidak berlaku karena:
a. dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. habis masa berlakunya dan yang bersangkutan tidak mendaftar ulang;
c. atas permintaan yang bersangkutan;
d. yang bersangkutan meninggal dunia; atau
e. dicabut Konsil Kedokteran Indonesia.

Pasal 34
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara registrasi, registrasi ulang, registrasi sementara, dan registrasi bersyarat diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

Pasal 35
(1) Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas:
a. mewawancarai pasien;
b. memeriksa fisik dan mental pasien;
c. menentukan pemeriksaan penunjang;
d. menegakkan diagnosis;
e. menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;
f. melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;
g. menulis resep obat dan alat kesehatan;
h. menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;
i. menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan; dan
j. meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kewenangan lainnya diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

BAB VII
PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

Bagian Kesatu
Surat Izin Praktik

Pasal 36
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik.

Pasal 37
(1) Surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan.
(2) Surat izin praktik dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat.
(3) Satu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.

Pasal 38
(1) Untuk mendapatkan surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dokter atau dokter gigi harus:
a. memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 31, dan Pasal 32;
b. mempunyai tempat praktik; dan
c. memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.
(2) Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang:
a. surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi masih berlaku; dan
b. tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin praktik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin praktik diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kedua
Pelaksanaan Praktik

Pasal 39
Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.

Pasal 40
(1) Dokter atau dokter gigi yang berhalangan menyelenggarakan praktik kedokteran harus membuat pemberitahuan atau menunjuk dokter atau dokter gigi pengganti.
(2) Dokter atau dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dokter atau dokter gigi yang mempunyai surat izin praktik.

Pasal 41
(1) Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 wajib memasang papan nama praktik kedokteran.
(2) Dalam hal dokter atau dokter gigi berpraktik di sarana pelayanan kesehatan, pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib membuat daftar dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran.

Pasal 42
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki surat izin praktik untuk melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan tersebut.

Pasal 43
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan praktik kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga
Pemberian Pelayanan

Paragraf 1
Standar Pelayanan

Pasal 44
(1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.
(3) Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 2
Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi

Pasal 45
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup:
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.
(5) Setiap tindakan, kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan,
(6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 3
Rekam Medis

Pasal 46
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.
(3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.

Pasal 47
(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 4
Rahasia Kedokteran

Pasal 48
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.
(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 5
Kendali Mutu dan Kendali Biaya

Pasal 49
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran atau kedokteran gigi wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya.
(2) Dalam rangka pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan audit medis.
(3) Pembinaan dan pengawasan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh organisasi profesi.

Paragraf 6
Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi

Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak:
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
d. menerima imbalan jasa.

Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban:
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

Paragraf 7
Hak dan Kewajiban Pasien

Pasal 52
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.

Pasal 53
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban:
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Paragraf 8
Pembinaan

Pasal 54
(1) Dalam rangka terselenggaranya praktik kedokteran yang bermutu dan melindungi masyarakat sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, perlu dilakukan pembinaan terhadap dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Konsil Kedokteran Indonesia bersama-sama dengan organisasi profesi.

BAB VIII
DISIPLIN DOKTER DAN DOKTER GIGI

Bagian Kesatu
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

Pasal 55
(1) Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran, dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
(2) Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia.
(3) Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam menjalankan tugasnya bersifat independen.

Pasal 56
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertanggung jawab kepada Konsil Kedokteran Indonesia.

Pasal 57
(1) Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia.
(2) Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat provinsi dapat dibentuk oleh Konsil Kedokteran Indonesia atas usul Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

Pasal 58
Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, dan seorang sekretaris.

Pasal 59
(1) Keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas 3 (tiga) orang dokter dan 3 (tiga) orang dokter gigi dari organisasi profesi masing-masing, seorang dokter dan seorang dokter gigi mewakili asosiasi rumah sakit, dan 3 (tiga) orang sarjana hukum.
(2) Untuk dapat diangkat sebagai anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia harus dipenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga negara Republik Indonesia;
b. sehat jasmani dan rohani;
c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
d. berkelakuan baik;
e. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat diangkat;
f. bagi dokter atau dokter gigi, pernah melakukan praktik kedokteran paling sedikit 10 (sepuluh) tahun dan memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi;
g. bagi sarjana hukum, pernah melakukan praktik di bidang hukum paling sedikit 10 (sepuluh) tahun dan memiliki pengetahuan di bidang hukum kesehatan; dan
h. cakap, jujur, memiliki moral, etika, dan integritas yang tinggi serta memiliki reputasi yang baik.

Pasal 60
Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh Menteri atas usul organisasi profesi.

Pasal 61
Masa bakti keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

Pasal 62
(1) Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sebelum memangku jabatan wajib mengucapkan sumpah/janji sesuai dengan agama masing-masing di hadapan Ketua Konsil Kedokteran Indonesia.
(2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
�Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam menjalankan tugas ini, senantiasa menjunjung tinggi ilmu kedokteran atau kedokteran gigi dan mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan dokter atau dokter gigi.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia dan taat kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan tugas dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh, saksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa dan negara.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan Undang-undang kepada Saya".

Pasal 63
(1) Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dipilih dan ditetapkan oleh rapat pleno anggota.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

Pasal 64
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertugas:
a. menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan; dan
b. menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi.

Pasal 65
Segala pembiayaan kegiatan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dibebankan kepada anggaran Konsil Kedokteran Indonesia.

Bagian Kedua
Pengaduan

Pasal 66
(1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
(2) Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat:
a. identitas pengadu;
b. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan; dan
c. alasan pengaduan.
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.

Bagian Ketiga
Pemeriksaan

Pasal 67
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi.

Pasal 68
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan pada organisasi profesi.

Bagian Keempat
Keputusan

Pasal 69
(1) Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter, dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin.
(3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
a. pemberian peringatan tertulis;
b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau
c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.

Bagian Kelima
Pengaturan Lebih Lanjut

Pasal 70
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, tata cara penanganan kasus, tata cara pengaduan, dan tata cara pemeriksaan serta pemberian keputusan diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 71
Pemerintah pusat, Konsil Kedokteran Indonesia, pemerintah daerah, organisasi profesi membina serta mengawasi praktik kedokteran sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing.

Pasal 72
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 diarahkan untuk:
a. meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan dokter dan dokter gigi;
b. melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan dokter dan dokter gigi; dan
c. memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, dokter, dan dokter; gigi.

Pasal 73
(1) Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.
(2) Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal 74
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan dokter dan dokter gigi yang menyelenggarakan praktik kedokteran dapat dilakukan audit medis.

BAB X
KETENTUAN PIDANA

Pasal 75
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 76
Setiap dokter, atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 77
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda. registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73, ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 78
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 79
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:
a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1);
b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1); atau
c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.

Pasal 80
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan izin.

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 81
Pada saat diundangkannya Undang-undang ini semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan pelaksanaan praktik kedokteran, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 82
(1) Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki surat penugasan dan/atau surat izin praktik, dinyatakan telah memiliki surat tanda registrasi dan surat izin praktik berdasarkan Undang-undang ini.
(2) Surat penugasan dan surat izin praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disesuaikan dengan surat tanda registrasi dokter, surat tanda registrasi dokter gigi, dan surat izin praktik berdasarkan Undang-undang ini paling lama 2 (dua) tahun setelah Konsil Kedokteran Indonesia terbentuk.

Pasal 83
(1) Pengaduan atas adanya dugaan pelanggaran disiplin pada saat belum terbentuknya Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditangani oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi di Tingkat Pertama dan Menteri pada Tingkat Banding.
(2) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Menteri dalam menangani pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membentuk Tim yang terdiri dari unsur-unsur profesi untuk memberikan pertimbangan.
(3) Putusan berdasarkan pertimbangan Tim dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi atau Menteri sesuai dengan fungsi dan tugasnya.

Pasal 84
(1) Untuk pertama kali anggota Konsil Kedokteran Indonesia diusulkan oleh Menteri dan diangkat oleh Presiden.
(2) Keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun sejak diangkat.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 85
Dengan disahkannya Undang-undang ini maka Pasal 54 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang. berkaitan dengan dokter dan dokter gigi, dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 86
Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) harus dibentuk paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-undang ini diundangkan.

Pasal 87
Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus dibentuk paling lambat 1 (satu) bulan sebelum masa jabatan keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) berakhir.

Pasal 88
Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 6 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 6 Oktober 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 116
________________________________________
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 2004
TENTANG
PRAKTIK KEDOKTERAN

UMUM
Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dokter dan dokter gigi sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan.
Landasan utama bagi dokter dan dokter gigi untuk dapat melakukan tindakan medis terhadap orang lain adalah ilmu pengetahuan, teknologi, dan kompetensi yang dimiliki, yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Pengetahuan yang dimilikinya harus terus menerus dipertahankan dan ditingkatkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri.
Dokter dan dokter gigi dengan perangkat keilmuan yang dimilikinya mempunya karakteristik yang khas. Kekhasannya ini terlihat dari pembenaran yang diberikan oleh hukum yaitu diperkenankannya melakukan tindakan medis terhadap tubuh manusia dalam upaya memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan. Tindakan medis terhadap tubuh manusia yang dilakukan bukan oleh dokter atau dokter gigi dapat digolongkan sebagai tindak pidana.
Berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap dokter dan dokter gigi, maraknya tuntutan hukum yang diajukan masyarakat dewasa ini seringkali diidentikkan dengan kegagalan upaya penyembuhan yang dilakukan dokter dan dokter gigi. Sebaliknya apabila tindakan medis yang dilakukan dapat berhasil, dianggap berlebihan, padahal dokter dan dokter gigi dengan perangkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya hanya berupaya untuk menyembuhkan, dan kegagalan penerapan ilmu kedokteran dan kedokteran gigi tidak selalu identik dengan kegagalan dalam tindakan.
Berbagai upaya hukum yang dilakukan dalam memberikan perlindungan menyeluruh kepada masyarakat sebagai penerima pelayanan, dokter dan dokter gigi sebagai pemberi pelayanan telah banyak dilakukan, akan tetapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat cepat tidak seimbang dengan perkembangan hukum.
Perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kedokteran dan kedokteran gigi dirasakan belum memadai, selama ini masih didominasi oleh kebutuhan formal dan kepentingan pemerintah, sedangkan porsi profesi masih sangat kurang.
Oleh karena itu untuk menjembatani kepentingan kedua belah pihak serta untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan obyektif seorang dokter dan dokter gigi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, diperlukan pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi.
Konsil Kedokteran Indonesia merupakan suatu badan yang independen yang akan menjalankan fungsi regulator, yang terkait dengan peningkatan kemampuan dokter dan dokter gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran. Disamping itu, peran dari berbagai organisasi profesi, asosiasi institusi pendidikan yang ada saat ini juga perlu diberdayakan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter atau dokter gigi.
Dengan demikian, dokter dan dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran selain tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku, juga harus menaati ketentuan kode etik yang disusun oleh organisasi profesi dan didasarkan pada disiplin ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
Dalam menjalankan fungsinya Konsil Kedokteran Indonesia bertugas melakukan registrasi terhadap semua dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran, mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi, dan melakukan pembinaan bersama lembaga terkait lainnya terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran.
Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, untuk meningkatkan, mengarahkan dan memberi landasan hukum serta menata kembal berbagai perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kedokteran agar dapat berjalan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka perlu diatur praktik kedokteran dalam suatu Undang-undang. Untuk itu, perlu dibentuk Undang-undang tentang Praktik Kedokteran.
Dalam Undang-undang ini diatur:
1. Asas dan tujuan penyelenggaraan praktik kedokteran yang menjadi landasan yang didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan serta perlindungan dan keselamatan pasien;
2. Pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi disertai susunan organisasi, fungsi, tugas, dan kewenangan;
3. Registrasi dokter dan dokter gigi;
4. Penyusunan, penetapan, dan pengesahan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi;
5. Penyelenggaraan praktik kedokteran;
6. Pembentukan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia;
7. Pembinaan dan pengawasan praktik kedokteran; dan
8. Pengaturan ketentuan pidana.

PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:
a. nilai ilmiah adalah bahwa praktik kedokteran harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperoleh baik dalam pendidikan termasuk pendidikan berkelanjutan maupun pengalaman serta etika profesi;
b. manfaat adalah bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat;
c. keadilan adalah bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran harus mampu memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada setiap orang dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat serta pelayanan yang bermutu;
d. kemanusiaan adalah bahwa dalam penyelenggaraan praktik kedokteran memberikan perlakuan yang sama dengan tidak membedakan suku, bangsa, agama, status sosial, dan ras;
e. keseimbangan adalah bahwa dalam penyelenggaraan praktik kedokteran tetap, menjaga keserasian serta keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat;
f. perlindungan dan keselamatan pasien adalah bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan semata, tetapi harus mampu memberikan peningkatan derajat kesehatan dengan tetap memperhatikan perlindungan dan keselamatan pasien.

Pasal 3
Cukup jelas.

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi" adalah pendidikan profesi yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sistem pendidikan nasional.
Penyusunan standar pendidikan profesi bagi dokter dan dokter gigi dilakukan oleh asosiasi institusi pendidikan kedokteran dan asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi dengan mengikutsertakan kolegium kedokteran, kolegium kedokteran gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan.
Penyusunan standar pendidikan profesi bagi dokter spesialis dan dokter gigi, spesialis dilakukan oleh kolegium kedokteran dan kolegium kedokteran gigi dengan mengikutsertakan asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi dan rumah sakit pendidikan.
Konsil Kedokteran Indonesia mengesahkan standar pendidikan profesi dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang telah ditetapkan tersebut diatas.
Yang dimaksud dengan "asosiasi institusi pendidikan kedokteran" adalah suatu lembaga yang dibentuk oleh para dekan fakultas kedokteran yang berfungsi memberikan pertimbangan dalam rangka memberdayakan dan menjamin kualitas pendidikan kedokteran yang diselenggarakan oleh fakultas kedokteran.
Yang dimaksud dengan "asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi" adalah suatu lembaga yang dibentuk oleh para dekan fakultas kedokteran gigi yang berfungsi memberikan pertimbangan dalam rangka memberdayakan dan menjamin kualitas pendidikan kedokteran gigi yang diselenggarakan oleh fakultas kedokteran gigi.
Yang dimaksud dengan "asosiasi rumah sakit pendidikan" adalah himpunan rumah sakit pendidikan dokter atau dokter gigi (teaching hospital).

Pasal 8
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Standar kompetensi, disusun oleh asosiasi institusi pendidikan kedokteran dan asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi serta kolegium kedokteran dan kolegium kedokteran gigi.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi yang disahkan, terlebih dahulu ditetapkan bersama kolegium terkait.
Huruf f
Etika profesi adalah kode etik dokter dan kode etik dokter gigi yang disusun oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).
Huruf g
Pencatatan dimaksudkan sebagai bahan pertimbangan untuk pemberian surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi dalam registrasi ulang.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Ayat (1)
Unsur dari asosiasi rumah sakit pendidikan, Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan Nasional yang masing-masing 2 (dua) orang terdiri atas 1 (satu) orang berlatar belakang pendidikan profesi dokter dan 1 (satu) orang dokter gigi.
Yang dimaksud dengan "tokoh masyarakat" adalah orang yang peduli dan mempunyai komitmen tinggi untuk kepentingan pasien. Tokoh tersebut mempunyai wawasan nasional dan memahami masalah kesehatan tetapi bukan dokter atau dokter gigi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Tidak menutup kemungkinan bagi dokter dan dokter gigi untuk tetap dapat menjalankan praktik kedokterannya. Hal ini dimaksudkan agar tetap dapat meningkatkan kemampuan profesinya.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Dalam ketentuan ini diatur pula mengenai penggantian antar waktu anggota Konsil Kedokteran Indonesia.

Pasal 25
Pendapatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam ketentuan ini antara lain biaya registrasi dan sumber dana lain yang sah yang merupakan penerimaan negara bukan pajak.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Surat tanda registrasi dokter ditandatangani oleh Ketua Konsil Kedokteran dan surat tanda registrasi dokter gigi ditandatangani oleh Ketua Konsil Kedokteran Gigi. Dengan demikian, Ketua Konsil Kedokteran dan Ketua Konsil Kedokteran Gigi disebut juga registrar.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Surat keterangan sehat fisik dan mental adalah bukti tertulis yang dikeluarkan oleh dokter yang memiliki surat izin praktik.
Huruf d
Sertifikat kompetensi dikeluarkan oleh kolegium yang bersangkutan.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Pertimbangan dimaksud dalam ayat ini untuk melihat apakah dokter atau dokter gigi tersebut selama menjalankan praktik kedokteran telah dikenakan sanksi oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Gigi, Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, atau putusan hakim.
Ayat (6)
Memelihara dan menjaga registrasi dokter dan dokter gigi dilakukan dengan membuat daftar yang memuat nama dokter atau dokter gigi yang memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi dan hal lain yang terkait dengan ketentuan tentang registrasi dokter atau dokter gigi.

Pasal 30
Ayat (1)
Evaluasi dilakukan oleh perguruan tinggi di Indonesia berdasarkan permintaan tertulis dari Konsil Kedokteran Indonesia. Konsil Kedokteran Indonesia meminta pengujian setelah dilakukan evaluasi terhadap kesahan ijazah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan" adalah peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "surat tanda registrasi sementara dokter dan dokter gigi" adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi kepada dokter dan dokter gigi warga negara asing yang melakukan kegiatan di bidang'kedokteran.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 32
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "surat tanda registrasi bersyarat dokter dan dokter gigi" adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi kepada peserta didik untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi di Indonesia bagi dokter atau dokter gigi warga negara asing.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kewenangan bagi dokter dan dokter gigi untuk menyimpan obat selain obat suntik sebagai upaya untuk menyelamatkan pasien.
Obat tersebut diperoleh dokter atau dokter gigi dari apoteker yang memiliki izin untuk mengelola apotek. Jumlah obat yang disediakan terbatas pada kebutuhan pelayanan.
Huruf j
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 36
Cukup jelas.

Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dokter atau dokter gigi yang diminta untuk memberikan pelayanan medis oleh suatu sarana pelayanan kesehatan, bakti sosial, penanganan korban bencana, atau tugas kenegaraan yang bersifat insidentil tidak memerlukan surat izin praktik, tetapi harus memberitahukan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota tempat kegiatan dilakukan.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam hal dokter atau dokter gigi pengganti bukan dari keahlian yang sama, dokter atau dokter gigi tersebut harus menginformasikan kepada pasien yang bersangkutan.

Pasal 41
Cukup jelas.

Pasal 42
Cukup jelas.

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "standar pelayanan" adalah pedoman yang harus diikuti oleh dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "strata sarana pelayanan" adalah tingkatan pelayanan yang standar tenaga dan peralatannya sesuai dengan kemampuan yang diberikan.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 45
Ayat (1)
Pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan. Namun, apabila pasien yang bersangkutan berada di bawah pengampuan (under curatele) persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat antara lain suami/istri, ayah/ibu kandung, anak-anak kandung atau saudara-saudara kandung.
Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien tidak diperlukan persetujuan. Namun, setelah pasien sadar atau dalam kondisi yang sudah memungkinkan, segera diberikan penjelasan dan dibuat persetujuan.
Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar, maka penjelasan diberikan kepada keluarganya atau yang mengantar. Apabila tidak ada yang mengantar dan tidak ada keluarganya sedangkan tindakan medis harus dilakukan maka penjelasan diberikan kepada anak yang bersangkutan atau pada kesempatan pertama pasien sudah sadar.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penjelasan hendaknya diberikan dalam bahasa yang mudah dimengerti karena penjelasan merupakan landasan untuk memberikan persetujuan. Aspek lain yang juga sebaiknya diberikan penjelasan yaitu yang berkaitan dengan pembiayaan.
Ayat (4)
Persetujuan lisan dalam ayat ini adalah persetujuan yang diberikan dalam bentuk ucapan setuju atau bentuk gerakan menganggukkan kepala yang diartikan sebagai ucapan setuju.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "tindakan medis berisiko tinggi" adalah seperti tindakan bedah atau tindakan invasif lainnya.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 46
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "rekam medis" adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Ayat (2)
Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis, berkas,dan catatan tidak boleh dihilangkan atau dihapus dengan cara apa pun. Perubahan catatan atau kesalahan dalam rekam medis hanya dapat dilakukan dengan pencoretan dan dibubuhi paraf petugas yang bersangkutan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "petugas" adalah dokter atau dokter gigi atau tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien. Apabila dalam pencatatan rekam medis menggunakan teknologi informasi elektronik, kewajiban membubuhi tanda tangan dapat diganti dengan menggunakan nomor identitas pribadi (personal identification number).

Pasal 47
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kendali mutu" adalah suatu sistem pemberian pelayanan yang efisien, efektif, dan berkualitas yang memenuhi kebutuhan pasien.
Yang dimaksud dengan "kendali biaya" adalah pembiayaan pelayanan kesehatan yang dibebankan kepada pasien benar-benar sesuai dengan kebutuhan medis pasien didasarkan pola tarif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "audit medis" adalah upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 50
Yang dimaksud dengan "standar profesi" adalah batasan kemampuan (knowledge, skill and professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.
Yang dimaksud dengan "standar prosedur operasional" adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu. Standar prosedur operasional memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi.

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Cukup jelas.

Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Cukup jelas.

Pasal 55
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "penegakan disiplin" dalam ayat ini adalah penegakan aturan-aturan dan/atau ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh dokter dan dokter gigi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "independen" dalam ayat ini adalah Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam menjalankan tugasnya tidak terpengaruh oleh siapa pun atau lembaga lainnya.

Pasal 56
Tanggung jawab dimaksud meliputi tanggung jawab administratif, sedangkan dalam pelaksanaan teknis Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah otonom dan mandiri.

Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kata "dapat" dalam ayat ini dilakukan dengan memperhatikan pengaduan terhadap dokter atau dokter gigi yang praktik, dan luas wilayah kerja.

Pasal 58
Cukup jelas.

Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Pengetahuan di bidang hukum kesehatan diperoleh melalui pendidikan atau pelatihan yang menyangkut aspek hukum dalam bidang kesehatan baik yang diselenggarakan oleh institusi pendidikan maupun lembaga lainnya yang terakreditasi.
Huruf h
Cukup jelas.

Pasal 60
Cukup jelas.

Pasal 61
Cukup jelas.

Pasal 62
Cukup jelas.

Pasal 63
Cukup jelas.

Pasal 64
Cukup jelas.

Pasal 65
Cukup jelas.

Pasal 66
Ayat (1)
Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran, tetapi tidak mampu mengadukan secara tertulis, dapat mengadukan secara lisan kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "setiap orang" adalah orang yang secara langsung mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran, Termasuk juga dalam pengertian "orang" adalah korporasi (badan) yang dirugikan kepentingannya.

Pasal 67
Cukup jelas.

Pasal 68
Cukup jelas.

Pasal 69
Cukup jelas.

Pasal 70
Cukup jelas.

Pasal 71
Cukup jelas.

Pasal 72
Cukup jelas.

Pasal 73
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Tenaga kesehatan dimaksud antara lain bidan dan perawat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan medis sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 74
Lihat penjelasan Pasal 49 ayat (2).

Pasal 75
Cukup jelas.

Pasal 76
Cukup jelas.

Pasal 77
Cukup jelas.

Pasal 78
Cukup jelas.

Pasal 79
Cukup jelas.

Pasal 80
Cukup jelas.

Pasal 81
Cukup jelas.

Pasal 82
Cukup jelas.

Pasal 83
Cukup jelas.

Pasal 84
Cukup jelas.

Pasal 85
Cukup jelas.

Pasal 86
Cukup jelas.

Pasal 87
Cukup jelas.

Pasal 88
Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4431

http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_29_04.htm


Read More......
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

CARA MENCETAK DAN MENGECOR

CARA MENCETAK DAN MENGECOR

CETAKAN
Aplikasi bahan cetak
Dalam pembuatan gigi palsu atau pembuatan pesawat ortodonthi, pekerjaan yang pertama-tama dilakukan adalah membuat pengambilan cetakan.
Cetakan adalah suatu keadaan tiruan negatif yang di ambil dari suatu benda atau objek dengan memakai suatu bahan cetakan darimana akan diperoleh atau dibuat suatu model yang merupakan suatu hasil tiruan yang positif.

Cetakan ada dua macam:
1. Cetakan Anatomis
Yaitu cetakan dari gigi geligi , processus alveolaris , palatum dan sebagainya dalam garis besarnya.
2. Cetakan Fungsional
Yaitu cetakan dari rahang dimana batas selaput lender yang bergerak dan tidak bergerak harus diperhatikan.

Cara mencetak:

Alat-alat yang dibutuhkan untuk mencetak tergantung pada bahan cetak yang kita gunakan. Pasien harus duduk dalam posisi yang sebaik-baiknya dan dalam keadaan rileks (punggung dan belakan kepala terletak satu garis).
Pasien disuruh agar bernapas melalui hidung. Mulut jangan dibuka terlalu lebar karena bibir otomatis tertutup. Mencetak biasanya dimulai dari rahang bawah karena tidak atau sedikit memberikan rangsangan untuk muntah karena tidak mengenai palatum molle.

• Mencetak Rahang Atas
Sebelum memilih sendok cetak yang tepat terlebih dahulu dilihat dengan teliti besar dan bentuk rahangnya. Kemudian kita pilih sendok cetak yang sesuai dengan keadaan rahang atas yang akan dicetak.
Penderita didudukkan dengan garis kamfer( Kamfer Line Nasotragal Line= Naso Auricular Line= garis yang ditarik dari sudut sayap hidung ke tragus) sejajar lantai.
Tinggi kursi di atur sedemikian rupa sehingga mulut pasien setinggi siku yang mencetak. Sendok cetak dipegang dengan tangan kanan dan tangan kiri membuka ujung mulut sebelah kiri. Lalu sendok cetak dimasukkan ke dalam mulut pasien secara berputar pada sudut mulut kanan pasien sampai gagang sendok cetak terletak pada satu garis dengan hidung pasien. Jangan menekan sendok cetak sebelum posisinya betul.
Kemudian sendok cetak ditekan ke atas terlebih dahulu pada region depan kemudian di bagian belakang sampai sendok cetak ini sejajar dengan lantai. Pada bagian vestibulum dapat dipakai jari telunjuk kanan untuk menekan atau menaikkan bahan cetak ke bagian fornix. Bibir dapat ditarik ke bawah dan dilepaskan kembali. Kemudian sendok cetak ditahan dengan tekanan yang konstan dan ditunggu pengerasan bahan cetak selama 2-3 menit.
Setelah bahan cetak keras sendok dikeluarkan dari mulut sejajar denan sumbu gigi.

• Mencetak Rahang Bawah
Pada garis besarnya sama dengan rahang atas hanya operator berdiri dimuka kanan pasien. Rahang bawah harus sejajar dengan lantai , dengan jalan mensejajarkan garis dari mulut ke tragus lantai .
Sendok cetak yang telah diisi dengan bahan cetak harus dibalik terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam mulut pasien. Setelah sendok berada dalam mulut dengan posisi yang tepat, pasien kita suruh mengangkat lidahnya dan sendok cetak ditekan.


Cetakan yang baik:
Untuk mengetahui baik atau tidaknya cetakan perlu diketahui dan di dapat pada cetakan bentuk anatomi daripada rahang yang di cetak, yaitu:
Untuk rahang atas:
 Labial frenulum
Yaitu lipatan membran mukosa digaris median, setelah anterior dari incisivus sentral atas, meluas dari bagian dalam bibir atas kea rah prosessus alveolaris.
 Bukkalis frenulum
Yaitu lipatan membran mukosa dibagian pipi.
 Tuber maxillare
Yaitu tonjolan maxille atau bagian ujung dari gigi.
 Palatum
Yaitu langit-langit dirongga mulut
 Vestibulum/fornix
Yaitu saluran penghubung, ruang antara permukaan bukal dan labial gigi serta gingival dan bagian dalam pipi serta bibir.
 A-H Line
Rahang atas dibagian palatum.
Untuk rahang bawah:
 Labial frenulum
 Bukkalis frenulum
 Lingual frenulum
 Trigonum retromolar
 Batas selaput lendir yang bergerak dengan yang tidak bergerak
 Vestibulum/fornix.

PEMBUATAN MODEL/CAST
Model adalah suatu produksi benda / objek yang diperoleh dengan mengisi bentuk negatifnya.
Ada dua macam model, yaitu:
1) Study model (model pemeriksaan)
2) Work model( model kerja).
Study model dibuat dengan gyps biasa (Plaster of paris) dipergunakan untuk mempelajari keadaan mulut diluar mulut penderita. Work model dibuat dengan gyps keras dan dipergunakan untuk tempat mengerjakan pembuatan gigi palsu atau pesawat.
Kalau bahan cetak yang digunakan adalah impression plaster maka sebelum diisi dengan gyps atau dental stone, cetakan harus diberi separating medium,missal air.
Semua cetakan harus diisi secepat mungkin untuk menghindarkan terjadi perubahan dimensi dari cetakan.


Cara mengisi cetakan
Untuk rahang atas
Setelah gyps dicampur dengan air dan di aduk sampai homogeny kemudian dituangkan pada bagian yang paling tinggi (daerah palatum) , sambil mengetok-ngetokkan sendok cetak di atas rubber bowl untuk mencegah terjadinya gelembung-gelembung udara yang menyebabkan poreus.

Untuk rahang bawah
Pengisian dilakukan dari satu sisi gigi kanan atau kiri pada bagian distal, sambil diketok-ketok seperti pada rahang atas, supaya mengalir ke bagian-bagian yang lain. Bila seluruh cetakan sudah diisi dengan gyps maka cetakan dibalik dan ditempatkan di atas setumpukan gyps yang sudah ditaruh di atas meja yang beralaskan kertas besar. Dengan demikian diperoleh dasar model dengan tebal secukupnya.

CARA MENGELUARKAN MODEL DARI CETAKAN
Setelah gyps keras model dapat dikeluarkan dari cetakan dengan jalan:
Jika bahan cetak yang dipakai adalah stentz maka model dapat dikeluarkan dari cetakan dengan melunakkan impression compoundnya dalam air panas kurang lebih 60° C. Kemudian dilepaskan dengan pisau mulai dari daerah vestibulum semua sisi, bagian oklusal dan insisal. Jika bahan cetaknya gyps (impression Plaster) dapat dilepaskan dengan membuat parit dibagian prosessus alveolaris dan dicungkil dari bagian bukal dan labial pada pinggir cetakan. Sedangkan pada bagian palatum dapat dengan sendirinya dikeluarkan keseluruhannya.
Jika cetakan dengan bahan cetak alginate dapat dibuka dengan menyiramkan air dari kran ke bagian distal cetakan, sambil menggerak-gerakkan model agar lepas dari bahan cetak.

Sumber : Sumardhi, dkk. 2005. Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran gigi. Medan. USU press.

Read More......
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

SIFAT MEKANIK BAHAN KEDOKTERAN GIGI

Sifat mekanis dibatasi oleh hokum-hukum mekanika, yaitu ilmu fisika yang berhubungan dengan tekanan dan energy serta efeknya pada benda. Pembahasan lebih berkisar pada keadaan statik pada keadaan istirahat bukan benda dinamis yang bergerak.
Suatu faktor penting dalam merancang protesa gigi adalah kekuatan yaitu sifat mekanis bahan yang menjamin bahwa gigi tiruan berfungsi secara efektif, aman, dan tahan untuk jangka waktu tertentu. Secara umum, kekuatan mengacu pada kemampuan protesa untuk menahan gaya-gaya yang ada tanpa mengalami patah atau berubah bentuk secara berlebihan.
Sifat mekanik adalah respons yang terukur baik elastik (reversible atau dapat kembali ke bentuk semula bila tekanan dilepaskan) dan plastik ( irreversible atau tidak dapat kembali ke bentuk semula atau tidak elastik), dari bahan bila terkena gaya atau distibusi tekanan. Suatu kategori sifat fisik adalah kelompok sifat mekanis yang nampak paling sering dinyatakan dalam unit tekanan dan tegangan.

TEKANAN DAN REGANGAN
Tekanan adalah gaya per unit daerah yang bekerja pada berjuta-juta atom atau molekul pada bidang tertentu suatu bahan. Kecuali untuk keadaan melengkung tertentu, contoh dengan empat titik tekukan dan bentuk tertentu dari obyek tidak seragam , tekanan umumnya berkurang sebagai suatu fungsi jarak dari daerah gaya atau tekanan yang diaplikasikan.
Suatu tekanan harus didefinisikan menurut jenis dan besarnya. Berdasarkan arah aplikasi gaya, dapat diklasifikasikan 3 jenis tekanan “tekanan” tarikan, kompresi dan geser. Keadaan tekanan kompleks yang dihasilkan oleh gaya melengkung atau mengungkit ada pada tekanan melengkung.
 Tekanan Tarik
Tekanan tarik disebabkan oleh suatu benda yang cenderung meregangkan atau memperpanjang suatu benda. Tekanan tarik selalu disertai dengan regangan tarik. Ada beberapa tekanan tarik murni pada kedokteran gigi dan komponen-komponen tekanan tarik dapat ditemukan bila struktur bersifat lentur meskipun beban kompresi di aplikasikan.
 Tekanan Kompresi
Bila suatu benda ditempatkan dibawah beban yang cenderung menekan atau memendekkannya, ketahanan internal terhadap beban tersebut disebut tekanan kompresi. Untuk menghitung tekanan tarik dan tekanan kompresi, gaya yang diaplikasikan dibagi dengan potongan melintang tegak lurus dengan arah gaya.
 Tekanan Geser
Suatu tekanan geser cenderung menahan pergeseran dari satu bagian suatu benda ke yang lain. Tekanan geser dapat juga dihasilkan dengan gerak memutar atau memilin suatu bahan.
Misalnya bila suatu gaya diaplikasikannya sepanjang permukaan email gigi oleh suatu instrument berujung tajam, sejajar terhadap pertemuan antara email dan braket ortodonsi, braket tersebut bisa juga terlepas karena kegagalan tekanan geser dari bahan perekat resin. Tekanan geser dihitung dengan membagi gaya dengan daerah sejajar terhadap arah gaya.

Regangan dapat bersifat elastik atau plastik atau kombinasi keduanya.
 Regangan elastik, dapat kembali ke bentuk semula ; regangan tersebut menghilang bila gaya dibebaskan.
 Regangan plastik, merupakan deformasi permanen suatu bahan yang tidak dapat kembali ke bentuk semula bila gaya dibebaskan.
Bila suatu komponen protesa seperti lengan cengkeram pada gigi tiruan sebagian di ubah bentuknya melampaui batas elastik masuk ke dalam region deformasi plastik hanya regangan elastik yang dapt hilang ketika gaya dibebaskan. Jadi, bila dilakukan penyesuaian dengan menekuk suatu kawat ortodonsi, tepi dari mahkota tiruan, atau cengkeram gigi tiruan dan kemudian beban gaya dibebaskan, regangan plastis bersifat permanen, tetapi kawat tepi mahkota tiruan atau cengkeram dapat melenting kembali batasan tertentu begitu terdapat regangan elastis.

SIFAT MEKANIS BERDASARKAN PERUBAHAN ELASTIK
Ada beberapa sifat dan parameter mekanis penting yang mengukur sifat deformasi elastik atau reversible bahan kedokteran gigi. Parameter tersebut adalah modulus elastik (Modulus Young atau modulus elastisitas), modulus young dinamik (ditentukan dengan mengukur kecepatan gelombang ultrasonik), modulus geser, fleksibilitas, resilien dan rasio poisson.
Sifat lain yang ditentukan dari tekanan pada ujung daerah elastik dari titik tekanan-regangan dan pada awal daerah deformasi plastik( batas kesetimbangan, batas elastik dan kekuatan luluh).
 Modulus Elastik(Modulus Young atau Modulus Elastisitas)
Istilah modulus elastik menggambarkan kekerasan atau kekakuan relatif dari suatu bahan, yang di ukur dengan lereng miring daerah elastic dari diagram tekanan-regangan.
 Modulus Young Dinamis
Modulus elastik dapat di ukur dengan metode dinamis serta teknik statik yang telah dibahas karena kecepatan suara melalui benda padat dapat di ukur dengan gelombang transuder ultrasonik longitudinal dan transversal serta penerima yang tepat. Berdasarkan pada kecepatan dan kepadatan suatu bahan, modulus elastik dan rasio poisson dapat ditentukan.
Metode penentuan modulus elastik dinamis tidak begitu sulit dibandingkan dengan uji kompresi dan uji tarik konvensional tetapi nilai tersebut seringkali lebih tinggi dibandingkan nilai yang diperoleh dari pengukuran statis.
 Fleksibilitas
Ada keadaan yang membutuhkan regangan atau deformasi yang lebih besar pada tekanan sedang atau kecil. Sebagai contoh, pada piranti ortodonsi sebuah pegas seringkali dibengkokkan cukup jauh dibawah pengaruh tekanan kecil. Pada keadaan tersebut, struktur di anggap fleksibel dan mempunyai sifat fleksibilitas. Fleksibilitas maksimal adalah regangan yang terjadi ketika bahan ditekan sampai batas kesetimbangannya.
 Resilien
Jarak antara atom-atom meningkat, energi internal meningkat. Sejauh tekanan tidak lebih besar dibandingkan batas kesetimbangannya, energi ini disebut resilien. Istilah resilien populernya dihubungkan dengan “kepegasan”, meskipun hal ini berkonotasi lebih luas lagi.
 Rasio Poisson
Bila suatu gaya tarik diaplikasikan pada benda , benda tersebut menjadi lebih panjang dan lebih tipis. Sebaliknya gaya kompresi dapat membuat suatu benda lebih pendek tetapi lebih tebal.
Bila suatu tekanan tarik aksial, Sz pada daerah Z (sumbu panjang vertikal) dari suatu system koordinasi tergak lurus xyz menghasilkan suatu regangan tarik elastik dan menyertai kontraksi elastik pada arah x dan y, rasio dari Ix/ I2 atau Iy/Iz adalah sifat teknis suatu bahan yang disebut Rasio Poisson (n).


SIFAT KELENTURAN
Kekuatan adalah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur atau sejumlah deformasi plastik tertentu.
Kekuatan suatu bahan dapat digambarkan dengan satu atau lebih sifat berikut:
1. Batas Kesetimbangan, tekanan yang bila melebihi nilai tersebut tidak lagi seimbang dengan regangan.
2. Batas Elastik, tekanan maksimal yang dapat ditahan suatu bahan sebelum bahan tersebut mengalami deformasi plastik.
3. Kekuatan luluh atau bahan tekanan , tekanan yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu regangan plastik tertentu.
4. Kekuatan tarik puncak, kekuatan geser, kekuatan kompresi dan kekuatan fleksural, masing-masing adalah ukuran tekanan yang diperlukan untuk mematahkan bahan.
Kekuatan bukanlah suatu ukuran dari daya tarik atau antar atom, melainkan suatu ukuran gaya antar-atom bersama-sama pada keseluruhan kawat, silinder, implant, mahkota tiruan, pajak atau struktur apapun yang terkena tekanan.


SIFAT MEKANIS STRUKTUR GIGI
Banyak sifat mekanik dari struktur gigi manusia yang telah di ukur, tetapi nilai yang dilaporkan bervariasi dari satu penelitian ke penelitian lain. Tidak diragukan lagi perbedaan tersebut adalah akibat masalah teknis yang berhubungan dengan persiapan dan pengujian contoh bahan yang cukup kecil, yang pada beberapa situasi mempunyai panjang kurang dari 1 mm.
Sifat tarik struktur gigi juga di ukur. Dentin dianggap lebih kuat terhadap tarikan(50 mPa) dibandingkan email(10 mPa). Meskipun kekuatan kompresi email dan dentin dapat dibandingkan, batas kesetimbangan dan modulus elastisitas email lebih tinggi dibandingkan nilai yang sama untuk dentin. semakin tinggi modulus elastisitas semakin rendah resiliensi dari email dibandingkan dengan dentin.

SIFAT MEKANIK LAINNYA
 Kekerasan
Kekerasan didefinisikan sebagai banyaknya energi deformasi plastik atau elastik yang diperlukan untuk mematahkan suatu bahan dan merupakan ukuran dari ketahanan terhadap fraktur . Kekerasan bergantung pada kekuatan dan kelenturan. Semakin tinggi kekuatan dan semakin tinggi kelenturan, semakin besar kekerasan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa suatu bahan keras umumnya kuat, meskipun suatu bahan yang kuat belum tentu keras.
 Fraktur kekerasan
Kekuatan suatu bahan lentur seperti logam emas dan beberapa komposit bermanfaat dalam menentukan tekanan maksimal yang dapat ditahan oleh suatu restorasi yang terbuat dari bahan tersebut sebelum menjadi deformasi plastis atau fraktur. Untuk bahan rapuh seperti keramik, kedokteran gigi, nilai kekuatan terbatas dalam desain protesa keramik. Fraktur kekerasa adalah suatu sifat mekanik yang menggambarkan ketahanan suatu bahan rapuh terhadap penyebaran goresan dibawah tekanan yang diaplikasikan. Fraktur kekerasan dinyatakan dalam satuan tekanan x akar kuadrat dari panjang retakan, atau Mpa x m ½ atau dalam bentuk MNxm-3/2.
 Kerapuhan
Kerapuhan adalah ketidakmampuan relatif dari suatu bahan untuk menahan deformasi plastik sebelum bahan tersebut menjadi patah. Misalnya, amalgam, keramik dan komposit adalah rapuh pada temperature mulut(5°-55°C). Bahan tersebut menahan sedikit atau tidak sama sekali regangan plastic sebelum patah. Dengan kata lain, suatu bahan rapuh patah pada atau dekat batas kesetimbangan.

Sb:PHILLIPS. BUKU AJAR KEDOKTERAN GIGI.EDISI 10. KENNETH J. ANUSAVIE.


Read More......
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

VASKULARISASI GINGIVA

Pembuluh arteri mencapai gingiva melalui 3 jalan yang berbeda:

1. Arteri yang terletak lebih superficial dari periosteum , mencapai gingiva pada daerah yang berbeda di rongga mulut dari cabang alveolar arteri – arteri infraorbital , nasopalatin, palatal, bukal, mental dan lingual.

2. Pada daerah interdental, percabangan arteri intraseptal masuk daerah krista prosesus alveolar.

3. Pembuluh-pembuluh darah pada ligament periodontal bercabang keluar kearah daerah gingiva.


Suatu pleksus pembuluh darah yang halus dan padat terdapat dekat perlekatan epitel, membentuk suatu manset vaskuler mengelilingi daerah gingival gigi. Pada gingival cekat dan gingival bebas, lengkungan kapiler bercabang ke setiap tonjol jaringan ikat.

Suplai darah pada periodentium mengikuti pola yang sama dengan distribusi suplai darah.


VASKULARISASI LIGAMEN PERIODONTAL

Suplai darah untuk ligament periodontal berasal dari:

1. Pembuluh darah apikal yang memasuki ligamen periodontal di daerah apikal dan melanjut ke daerah gingival, memberikan cabang-cabangnya di cementum dan tulang. Di dalam ligamen periodontal jalinan vaskuler ini berjalan lebih mendekati tulang dari cementum.

2. Pembuluh darah yang berpenetrasi dari tulang alveolar (kanal volkman) dan ini merupakan hal yang penting untuk jaringan ini.

3. Anastomosis dari pembuluh darah gingival yang berasal dari cabang pembuluh darah yang letaknya di dalam lamina propia.


Suplai darah arteri terutama melalui cabang-cabang arteri alveolar yaitu cabang arteri dental. Daerah periapikal disuplai oleh cabang yang berasal dari arteri dental sesaat sebelum masuk ke dalam foramen apikal. Cabang-cabang yang mensuplai prosesus alveolaris bagian interdental dan interradikuler diberikan oleh arteri dental sebelum mencapai ligamen periodontal yakni di dalam tulang. Arteri interdental dan interradikuler diberikan oleh arteri dental sebelum mencapai ligament periodontal melalui perforasi didalam tulang alveolar.


Sumber:

Embriologi dan histology rongga mulut. Ivar A.Mjor dan Ole Fejerskov. Jakarta.1990.widya medika

Read More......
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS